Monday 20 December 2010

pak tua dan gulo kacang

Garis-garis lengkung ke bawah, menghiasi pipi, kerutan di dahi menggambarkan bahwa sang empu sudah tak lagi muda. Pancaran matanya hampir redup, tapi menyimpan banyak harap untuk bisa bertahan. Badannya terlihat ringkih dari balik pakainnya yang selalu terlihat kebesaran. Kakinya kurus sekali. sulit membanyang kaki-kaki kecilnya menyusuri jalan, menuntun gerobak jualan.

Kacang. kacang kulit, gulo kacang. Gulo kacang, kacang kulit. Setiap hari.

Garis-garis lengkung ke bawah, menghiasi pipiku, kerutan di dahi menggambarkan aku sudah tua. Pancaran mataku mungkin mulai redup, tapi masih menyimpan banyak harap untuk terus bertahan. Badanku sudah ringkih di balik pakaian yang kebesaran. Kakiku kurus sekali. Namun tidak sulit bagi kaki-kaki kecilku menyusuri jalan, menuntun gerobak jualan.

Kacang, kacang kulit, gulo kacang. Gulo kacang, kacang kulit. Setiap hari.

Garis-garis lengkung ke bawah, menghiasi pipi, kerutan di dahi menggambarkan sang empunya sudah tua, ceritanya. Pancaran matanya hampir redup, tapi menyimpan banyak harap untuk bisa bertahan, itu yang menarik hatinya. Dia bilang badannya ringkih, dilapisi baju yang selalu terlihat kebesaran. Dan kakinya kurus. Aku juga sulit membayangkan kaki-kaki kecilnya menyusuri jalan, menuntun gerobak jualan.

Kacang. Kacang kulit, gulo kacang. Gulo kacang, kacang kulit. Setiap hari

Friday 17 December 2010

perempuanku #2

“Senin dan Kamis” ujarnya smbil menutup pintu.

Aku hanya termangu di teras rumahnya, aku merasa kembang-kembang yang berjejer rapi dalam pot-pot di teras rumahnya, meliuk-liuk mengejekku. Sekuntum mawar merah yang kan kuberikan kepadanya layu seketika dalam genggamku yang memanas. Rinduku begitu sangat pada Murni telah menuntunku kesini.

“Emangnya puasa?” aku menahan daun pintu.

“Anggap saja begitu”

Aku melangkah gontai keluar pekarangan. Berjalan membawa segudang keinginantahuan tentang siapa yang mengujungi sepagi ini. Apa dia si Profesor Botak, si DPR Buncit, atau si Pengusaha Necis? Atau dia orang yang belum pernah diceritakan Murni?

Ingin sekali kutarik bunga-bunga dekat pagar, merobek daunnya, mencabut paksa akarnya, atau menendang pot. Biar berantakan. Dan aku puas, meski hanya membayangkan.

Friday 26 November 2010

perempuanku

“Menangislah, jika kau rasa itu bisa membuatmu merasa lega” tangannya meraih kepalaku. Kini aku bersandar pada dadanya yang empuk, hangat. Detak jantungnya berirama lembut. Aku suka. Aku seperti dipeluk seorang ibu. Ibu? Seperti apa ibukku?

“Resahku sirna, hanya dengan memandangmu. Tenang, aku tak akan menangis” ujarku sambil mendongakkan kepala.

Kedua telapak tangannya membelai lembut pipiku, berhenti sejenak. “Laki-laki selau begitu. Mereka bilang mereka tak mau menangis, tapi akhirnya terjadi juga. Entah di kamar mandi, entah dimana saja. Asal tak ada yang memergoki.” Wajahnya menatapku seperti seorang ibu yang sedang menasehati anaknya. “betul, bukan?” tanyanya. Aku diam saja. Toh jawabanku tak diperlukan. “kalau begitu, sangatlah mubazir tuhan menciptakan air mata untuk kalian, para lelaki.”

Ah, Murni. Kau wanita lugu, cerdas, dan cantik. Bagaimana bisa aku berpaling darimu, menyakitimu.

Aku berdiri, meraih wajahnya yang mungil kedalam tanganku. Kupandangi sesaat, dan mengecup keningnya. Lama, lama sekali. Kemudian mendekap erat tubuhnya, seperti malam-malam sebelumya. Mengecupnya saja, mendekapnya saja. Sebagaimana yang dilakukan ibu padaku. Kapan? Entahlah... Membiarkannya terlelap dibawah sinar temaram dalam pelukanku, hingga pagi. Lalu aku bergegas pergi, sebelum tetangga-tetangganya terbangun.

Wednesday 24 November 2010

takut

hal yang paling menakutkan dalam hidupku adalah bangun dan menyadari aku adalah perempuan. tersadar bahwa aku adalah perempuan yang lahir tanpa pernah mengenal "sutil", apa lagi "wajan".

Sunday 31 October 2010

bukan miskin

Jangan memandang kami
Dengan kasihanmu, apalagi
Mengulurkan tangan

Tak pelu bersusah-susah
Kumpulkan; koin
Pakaian, dan
Makanan

“maaf, tidak menerima sumbangan”

Makan sehari sekali, kadang-kadang?
Itu betul!
Berteduh di bawah tumpukan kardus?
Jangan bilang begitu, ini rumah kami!
Kekurangan?
Mungkin, tapi kami tidak miskin!

Friday 22 October 2010

bayangmu

Kurasakan tiap tetes hujan;
Menghujam tubuhku
Kuhirup wangi angin musim semi;
Meresap, mengendap di paru-paru

Seketika cerah mentari menyentak kesadaranku

Firasatku bertanya:
Itukah engkau atau
Bayangmu

Aba23, 18-05-09

Thursday 1 July 2010

dan bayangku

Aku menaklukannya
Menjadikan ia sebagai bayangku
Ia harus menurutiku
Titahku
Lakuku
Inginku

Aku mengurungnya
Dalam cahaya
Pada cermin
Aku ada
Karena dia ada
Bukan, ralat
kuadakan

Thursday 8 April 2010

Oleh-oleh dari Tomoe Gakuen

Judul Asli : Totto-Chan: A Little Girl at the Window
Penulis : Tetsuko Kuronayagi
Alih Bahasa : Widya Kirana
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan XI : September 2006
Tebal : 272 halaman

Namanya Tetsuko Kuronayagi, orang-orang memanggilnya Tetsuko-chan. Namun di telinga gadis cilik ini, terdengar seperti Totto-chan, dan nama itulah yang ia sebutkan pada setiap orang yang menanyakan namanya. Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela berkisah tentang persahabat indah antara penulisnya dengan Sosaku Kobayashi dan murid-murid di gerbong kereta.

Pernahkah mendengar seorang murid kelas satu SD dikeluarkan dari sekolah? Totto-chan pernah mengalaminya. Ia dikeluarkan karena para guru tidak tahan dengan segala ulahnya. Ibu guru merasa kesal dengan tingkahnya yang terus-terusan mebuka dan menutup mejanya meski telah diperingati berulang kali. Bagi Totto-chan meja di sekolahnya keren, karena berbeda dengan yang dimilikinya dirumah. Di lain waktu, ia berdiri di depan jendela selama jam pelajaran. Bukan sekedar berdiri, tapi menanti pemusik jalanan lewat lalu meminta mereka menyanyikan sebuah lagu hingga selesai. Hal ini tentu saja mengundang murid lainnya untuk turut beridiri bersama depan jendela mendengarkan pemusik jalanan, setelah mereka pergi, ia tak lantas kembali ke temapatnya tapi terus berdiri di tempatnya. “Mungkin pemusik yang lain akan lewat. Lagi pula, sayang kan, kalau kita sampai tidak melihat rombomgan yang tadi kembali.”

Masih ada sederatan keluhan yang cukup menjadi alasan untuk mengeluarkannya dari sekolah. Suatu langkah yang tepat, karena akhirnya Totto-chan menemukan sekolah yang tepat, yang tidak hanya mendidik dan memperhatikan intelektualitas seorang murid, tapi juga emosinal, spiritual, dan fisiknya.

Sekolah baru Totto-chan bernama Tomoe Gakuen, kelasnya di gerbong kereta yang sudah tidak terpakai. Sistem belajar di kelas barunya sangat seru. Tiap pagi guru akan membuat daftar soal dan pertanyaan mengenai apa yang akan mereka pelajari hari itu, lalu membebaskan tiap murid untuk memulainya dengan pelajaran apa saja yang mereka suka. Jangan heran kalau ada anak yang sedang asyik belajar bahasa jepang, tapi disampingnya ada yang asyik berhitung. Yang di pojok ruangan malah asyik dengan eksperimen fisikanya. Menyenangkan bukan?

### ### ###

Cobalah melahap habis kisah-kisah dalam buku ini, dan bandingkan dengan pola pendidikan di negri ini. Atau dengan yang kau alami sendiri. Beberapa orang mungkin tidak suka hari Senin, Senin berarti Matematika, PPKN, Bahasa Indonesia. Senin berarti mempelajari mata pelajaran yang akan di-UAN-kan. Pelajara-pelajaran yang belum tentu kita suka, hingga selalu berharap-harap cemas agar Senin cepat berlalu.

Kegitan belajar di Tomoe pun tidak melulu di kelas, di dalam gerbong. Mereka biasa belajar sambil jalan-jalan ke hutan, ke kuil, atau ke sumber air panas. Anda dan saya mungkin pernah melakukan hal yang sama, out bond, tapi tentunya hanya pada saat-saat tertentu. Juga membutuhkan dana yang lebih.

Saat makan siang di sekolah, kepala sekolah akan selalu mengecek bekal murid, apakah kita membawa “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan,” di belakangnya ada sang istri yang membawa dua panci berisi “sesuatu dari laut” di salah satunya, dan “sesuatu dari pegunungan” di sebelah yang lainnya. Isinya akan dibagikan kepada murid-murid yang tidak membawa salah satu dari keduanya. Mengesankan! Saat TK atau SD, kepala sekolah dan guru-guru sangat sering mengajarkan betapa pentingnya asupan gizi bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan. Bukan masalah enak atau lezat, tapi 4 sehat 5 sempurna. Akan tetapi kurang dalam penerapan sehingga bisa saja memberikan dampak modelling yang kurang baik bagi peserta didik.
Besok bawa tempe goreng catatan itu saya dapatkan di buku tulis Nisa, keponakan saya yang masih TK, beberapa hari yang lalu. “Harus tempe, ya?” tanya saya penasaran.

“Iya.” Jawab kakak sambil menyisir rambut nisa.
Lalu terbersit dalam benak saya, Cuma bawa tempe goreng? Cumak lauk? Sayurnya nggak? Meskipun begitu ketika menyiapkan bekal buat anaknya, kakak saya tidak hanya menyiapkan tempe goreng, tapi juga menambahkan sayur. Syukurlah kakak saya di sela kesibukannya menyempatkan diri menyiapkan bekal buat anaknya. Tapi bagaimana jika di lain waktu ia (ataupun ibu-ibu lainnya) lupa? Akankah sang ibu ditegur karena menyisipkan telur dan bukan tempe? Bukankah keduanya sama-sama lauk? Lagipula kandungan protein telur juga lebih banyak.

Sosaku Kobayashi, kepala sekolah cerdas yang tidak hanya mengajarkan muridnya untuk; belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi seseorang. Lebih dari itu, ia mengajarkan untuk memberi teladan yang baik dengan mengamalkan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri haandayani.

Suatu malam, banyak bom dari pesawat B29 berjatuhan menghanguskan ruamh-rumah, dan Tomoe Gakuen tak luput darinya. Berakhirlah kisah sekolah dalam gerbong kereta, sebab setelah peristiwa pengeboman hingga detik ini, belum ada Tomoe-tomoe baru yang dibangun.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...